Cito Mall, Jl. A. Yani 288, Lantai UG Blok US 23, No. 3 & 5, Surabaya
081-252982900
groedu@gmail.com

ISO SEBAGAI TOLAK UKUR STANDARISASI DUNIA

The Best consultant business in Surabaya

ISO SEBAGAI TOLAK UKUR STANDARISASI DUNIA

ISO Sebagai Tolak Ukur Standarisasi Dunia
Dalam perdagangan internasional, standarisasi merupakan sebuah dokumen yang menyediakan syarat syarat, spesifikasi, garis pedoman, ataupun karakteristik yang dapat digunakan secara konstan untuk memastikan bahwa segala material, produk, proses dan pelayanan berjalan sebagaimana mestinya. ISO pun juga menjalankan fungsinya dalam memastikan produk dan pelayanan berjalan dengan aman, terpercaya dan juga berkualitas baik. Standar standar yang disediakan oleh ISO pun dapat membantu bisnis bisnis yang ada dalam memasuki akses pasar yang lebih baik dengan standarisasinya yang lebih tinggi. Karena standar yang tidak sama atau selaras dapat menghambat perdagangan, atau dapat memberikan beberapa keuntungan bagi organisasi organisasi di daerah daerah tertentu di dunia. Standar memberikan referensi yang dapat diidentifikasi dengan jelas yang mana diakui secara internasional dan mendorong persaingan yang sehat dalam ekonomi pasar bebas. Standar pula memfasilitasi perdagangan melalui peningkatan kualitas produk dan kehandalan, kemampuan dua sistem atau lebih untuk bekerja sama yang lebih besar dan kesesuaian, dan lebih memudahkan pemeliharaan serta mengurangi biaya. Berbicara mengenai standar, nama “ISO” yang biasa kita sebut dengan bukan singkatan. Istilah tersebut melainkan berasal dari bahasa yunani “isos” yang memiliki arti “sama”. Hubungannya dengan standar adalah bahwa jika dua benda memenuhi standar yang sama, kedua benda tersebut harus sama. Nama ini menghilangkan kebingungan yang dapat dihasilkan dari terjemahan dari “International Organization for Standardization”, yang mana dalam bahasa yang berbeda akan mengakibatkan akronim yang berbeda.

Bila ditarik kembali pada sejarahnya standarisasi secara internasional di bidang elektronik ketika International Electrotechnical Commission (IEC) didirikan pada tahun 1906. International Federation of the National Standardizing Associations (ISA) yang kemudian didirikan pada tahun 1926 untuk menciptakan standar di bidang teknik mesin. Empat tahun setelah ISA dibubarkan pada tahun 1942, delegasi dari 25 negara memutuskan untuk membuat sebuah organisasi internasional yang baru, yakni ISO (International Organization for Standardization) dengan fungsi untuk memfasilitasi koordinasi internasional dan penyatuan standar industri.
Standarisasi pula mengalami spill over, kebutuhan untuk sistem manajemen mutu standar dipakai pula selama Perang Dunia II. Selama perang, tentara Amerika dan Inggris berperang berdampingan tetapi tidak dapat menggunakan senapan masing-masing karena setiap negara memiliki sistem kalibrasi sendiri. Untuk memperbaiki masalah ini, Inggris menetapkan pedoman standarisasi manufaktur peralatan militer, yang secara bertahap diikuti oleh sekutu. Amerika Serikat mengadopsi standar militer Inggris untuk peralatan militer manufaktur Mil-Q-9858 dan Mil-I-45208 antara tahun 1959 dan 1963. Anggota NATO kemudian mengadopsi praktek jaminan kualitas sekutu untuk militer mereka sendiri. Inggris mengimprovisasi standar NATO pada tahun 1979 dan merumuskan standar dengan nama BS-5750. Pada tahun 1987, ISO menambahkan tiga model standar untuk sertifikasi ISO 9000. Model atau versi yang berbeda tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda tergantung pada aktivitas organisasi dan ruang lingkup untuk implementasinya
ISO yang merupakan INGO atau International Non-Governmental Organization ini dapat dikatakan sebagai organisasi nirlaba yang juga lembaga profit sekaligus karena ISO bekerjasama dengan lembaga dan badan sertifikasi di setiap negara anggotanya. Seperti halnya di Indonesia, terdapat badan sertifikasi resmi ISO yakni MSA, DQS, dan Sucofindo. ISO pun mendapat keuntungan dari setiap lembaga yang ingin mendaftarkan dirinya dalam standardisasi dan audit ISO. Lahirnya ISO dan INGO lainnya dapat dijelaskan dengan melihat perilakunya. Pada umumnya, organisasi non-pemerintah lebih memilih untuk membangun satu pusat pemerintahan disebuah negara daripada membuka cabang disetiap negara anggotanya. Hal ini dikarenakan ketidakinginan akan terbenturnya kepentingan organisasi tersebut dengan afiliasi-afiliasi nasional. Hal ini pun memiliki sisi positif karena jika kebangkitan INGO diselaraskan dengan pembangunan pusat administrasi atau pemerintahan di setiap negara, maka hal ini akan mematikan badan-badan serupa dalam cakupan nasional.
ISO sebagai organisasi internasional non pemerintah saat ini telah memiliki kurang lebih 163 keanggotaan badan standar di berbagai negara di dunia. Sebagai badan standar nasional, keanggotaan ISO ini hanya ada satu di masing-masing negara. Sehingga setiap anggota di ISO akan mewakili negara asalnya. Akan tetapi syarat keanggotaan ini, melarang adanya individu atau perusahaan untuk menjadi anggota ISO. Selain itu ISO juga memberikan pedoman terhadap masing-masing anggotanya. Terdapat tiga kategori keanggotaan dalam ISO, yang mana masing-masing kategori memiliki akses dan pengaruh yang berbeda dalam organisasi. Akses yang dimaksud adalah tingkat inklusifitas, perbedaan kebutuhan, dan kamampuan masing-masing badan standar nasional. Tiga kategori itu adalah:
1. Anggota penuh: Anggota penuh memiliki pengaruh dalam pengembangan standard an strategi ISO dengan berpartisipasi dan memberikan suara dalam rapat pengambilan kebijakan ISO
2. Anggota koresponden: Anggota koresponden bertugas untuk mengamati perkembangan standard dan strategi ISO melalui adanya rapat pengambilan kebijakan ISO sebagai pengamat
3. Anggota pelanggan (subcribe): Sedangkan anggota pelanggan bertugas untuk terus mengikuti perkembangan dalam ISO namun tidak dapat berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan.
Dalam pengambilan kebijakannya, ISO memiliki suatu agenda rutin setiap tahun sekali guna untuk membahas tentang bagaimana operasinya melalui adanya General Assembly atau majelis umum. Didalam majelis umum ini terdapat suatu council atau dewan khusus untuk menghadapi isu-isu yang ada dalam pemerintahan. Didalam dewan ISO ini terdapat beberapa pembagian tugas lain yang akan berfokus pada isu-isu tertentu secara spesifik, seperti: Komite Presiden, CASCO, COPOLCO, DEVCO, Komite Tetap Dewan, Komite Penasehat Ad hoc. Komite Presiden atau President Commite bertugas untuk memberikan saran pada dewan dan mengawasi segala pelaksanaan atas putusan yang diambil oleh dewan dan majelis umum. CASCO sendiri bertugas pada pemberian pedoman terkait kesesuaian penilain standar. Kemudian COPOLCO bertugas memberikan panduan terkait isu-isu yang ada dan beredar di konsumen. Sedangkan DEVCO memiliki tugas sebagai pemberi panduan terkait hal-hal yang berkaitan dengan negara berkembang. Lalu Council Standing Committees bertugas memberikan nasihat terkait masalah keuangan dan isu strategis. Terakhir adalah Komite Penasehat Ad hoc yang bertugas sebagai pendorong atas tujuan dan sasaran strategis organisasi keanggotaan dewan, dan memastikan masing-masing anggota itu merupakan perwakilan dari masyarakat. Setelah adanya dewan dalam majelis umum terdapat TMB atau Technical Management Board yang bertugas untuk mengelola pekerjaan teknis, bertanggungjawab pada komite yang memimpin pengembangan standar dalam ISO. Sehingga secara level maka TMB ini berada dibawah council atau dewan ISO, lalu diatasnya lagi terdapat Majelis Umum.
Dalam penyelesaian permasalahannya, di dalam ISO sendiri terdapat tiga badan utama yaitu, general assembly, council, dan central secretariat. Para anggota, merumuskan usulan-usulan bagi perkembangan ISO lewat council. Kemudian council akan merumuskan dan merangkum semua saran dari para anggota (baik dari teknisi, ahli bisnis, dan sektor industri), bekerjasama dengan sekretaris pusat untuk kemudian disampaikan kepada general assembly dan kemudian general assembly akan membuat keputusan strategis yang berguna bagi perkembangan ISO dan standar dunia.
Sebagai organisasi non pemerintah, terkait permasalahan sumber dana atau funding. ISO menerapkan sistem yang mengharuskan masing-masing anggota membayar setiap periodenya untuk memenuhi biaya operasionalnya pada Sekretariat Pusat. Pembayaran biaya rutin atau langganan yang harus dibayar ini disesuaikan dengan angka GDP dan perdagangan negara anggota. Selain itu ISO juga mencari sumber pendanaan lain melalui adanya penjualan standar. Akan tetapi operasi ISO secretariat pusat ini hanya mewakili seperlima dari biaya operasi keseluruhan. Sehingga terkait biaya lain melalui proyek pembangunan standar tertentu dan perkerjaan teknis, akan ditanggung oleh badan anggotanya.
Telah diketahui bahwa kerjasama merupakan hal yang penting untuk dibahas dalam hubungan internasional saat ini. Terlebih lagi, pada saat ini, aktor yang berpengaruh dalam hubungan internasional bukan hanya aktor negara saja tapi juga aktor non-negara seperti organisasi internasional. Salah satu contoh organisasi internasional adalah INGO. INGO sendiri merupakan organisasi internasional non-pemerintah. INGO sendiri merupakan organisasi internasional yang bersifat independen. Dengan kata lain, keterlibatan pemerintah dalam INGO kecil. Namun, walaupun bersifat independen dan tidak melibatkan pemerintah negara dalam strukturnya, tetapi INGO memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap suatu negara. Salah satu organisasi internasional non-pemerintah yaitu, ISO. ISO sendiri merupakan organisasi yang menetapkan standar-standar industri dalam pasar internasional. ISO sendiri mulai berdiri sejak tahun 1946. Namun, ISO baru secara resmi beroperasi pada sekitar tahun 1947. ISO sendiri juga menjalin kerjasama dengan organisasi internasional yang bernaung di bawah PBB, salah satunya yaitu WTO. Hal inilah yang menyebabkan, walaupun ISO bukan merupakan organisasi pemerintah, namun memberikan dampak yang signifikan bagi perkembangan suatu negara. Dalam perkembangannya, ISO tidak hanya memenuhi kepentingan bisnis saja, tetapi standar yang dibuat oleh ISO sendiri juga mempertimbangkan kepentingan masyarakat luas lewat standar produk yang dibuat.
ISO telah diimplementasikan secara global dan dapat dilihat efektivitasnya. Namun sebelumnya harus dipahami terlebih dahulu definisi dari efektif itu sendiri. Menurut ISO 9000, efektivitas didefinisikan sebagai “sejauh mana hasil yang diharapkan atau tujuan tercapai”. Oleh karena itu, efektivitas pelaksanaan ISO dapat didefinisikan sebagai sejauh mana hasil yang diharapkan atau tujuan dari ISO 9001 tercapai. Dalam mengetahui pencapaian ISO dapat dilakukan melalui perusahaan yang melakukan beberapa pengukuran, seperti pengukuran persepsi pelanggan, pengukuran kinerja sistem secara keseluruhan, serta proses dan pengukuran produk. Tetapi pengukuran perusahaan yang kemudian berdampak pada efektivitas ISO masih terbatas. Hal ini membuktikan bahwa ISO diimplementasikan oleh perusahaan namun hanya sedikit yang mengukur efektivitas standarisasi berdasarkan ISO. Pada perusahaan makanan, instrumen pengukuran didasarkan pada delapan faktor yaitu customer focus, involvement of people, pendekatan proses, pendekatan sistem manajemen, perkembangan berkelanjutan, pendekatan pembuat kebijakan, mutually beneficial supplier relationship, dan 4 dimensi umum yaitu performa produk, performa proses, performa sistem dan konsumen, serta performa finansial. Efektivitas ISO juga dapat dilihat dari negara-negara yang mengimplementasikan standarisasi ISO, dimana pengaplikasiannya belum menyebar secara global dan sebagian besar hanya di negara-negara maju saja, misalnya Tiongkok, Amerika Serikat, dan Spanyol.
Pada akhirnya, International Organization for Standardization atau ISO telah mengalami sebuah transformasi kerjasama di dalamnya. Ketika dibentuk pada tahun 1947, ISO hanyalah sebuah organisasi internasional yang bergerak selayaknya lembaga swadaya masyarakat atau yang lebih dikenal sebagai non-governmental organization. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, ISO kemudian bergerak menuju ke arah organisasi non-pemerintah yang berorientasi pada kegiatan bisnis internasional. Hal ini dibuktikan melalui perumusan dan penetapan standar ISO yang mengikuti dorongan pasar dimana hal tersebut diperoleh melalui hasil konsensus yang terjadi diantara konsumen, pemerintah, situasi bisnis, tren pasar. Transformasi tersebut juga dipengaruhi oleh bidang kerja ISO yang sangat lekat dengan bisnis dan perdagangan khususnya di level internasional dimana ISO bertugas untuk menetapkan standar kualitas, keamanan dan pertukaran dalam produk, standar lingkungan, bahasa teknis dan terminologi umum, klasifikasi bahan, serta pengujian dan analisis suatu produk tertentu. Tanpa adanya standar internasional yang ditetapkan oleh ISO, setiap negara akan mengalami kesulitan dalam melakukan perdagangan yang efisien dan menguntungkan, melakukan berbagi penelitian medis dan ilmiah, menetapkan perundang-undangan terkait dengan masalah lingkungan, dan menilai proporsionalitas di bidang industri manufaktur. Beberapa contoh standarisasi produk dan jasa yang kemudian tidak dapat dilepaskan dari standarisasi ISO ialah standarisasi mengenai peti kemas, perbankan, telepon kartu, protokol komputer, dan berbagai metode pengujian dimana hal tersebut terbukti telah berhasil mempermudah sekaligus mendorong dinamika perdagangan, perjalanan, dan kerjasama penelitian di berbagai belahan dunia.
ISO telah diimplementasikan secara global dan dapat dilihat efektivitasnya. Namun sebelumnya harus dipahami terlebih dahulu definisi dari efektif itu sendiri. Menurut ISO 9000, efektivitas didefinisikan sebagai “sejauh mana hasil yang diharapkan atau tujuan tercapai”. Oleh karena itu, efektivitas pelaksanaan ISO dapat didefinisikan sebagai sejauh mana hasil yang diharapkan atau tujuan dari ISO 9001 tercapai. Dalam mengetahui pencapaian ISO dapat dilakukan melalui perusahaan yang melakukan beberapa pengukuran, seperti pengukuran persepsi pelanggan, pengukuran kinerja sistem secara keseluruhan, serta proses dan pengukuran produk. Tetapi pengukuran perusahaan yang kemudian berdampak pada efektivitas ISO masih terbatas. Hal ini membuktikan bahwa ISO diimplementasikan oleh perusahaan namun hanya sedikit yang mengukur efektivitas standarisasi berdasarkan ISO. Pada perusahaan makanan, instrumen pengukuran didasarkan pada delapan faktor yaitu customer focus, involvement of people, pendekatan proses, pendekatan sistem manajemen, perkembangan berkelanjutan, pendekatan pembuat kebijakan, mutually beneficial supplier relationship, dan 4 dimensi umum yaitu performa produk, performa proses, performa sistem dan konsumen, serta performa finansial. Efektivitas ISO juga dapat dilihat dari negara-negara yang mengimplementasikan standarisasi ISO, dimana pengaplikasiannya belum menyebar secara global dan sebagian besar hanya di negara-negara maju saja, misalnya Tiongkok, Amerika Serikat, dan Spanyol.
Pada akhirnya, International Organization for Standardization atau ISO telah mengalami sebuah transformasi kerjasama di dalamnya. Ketika dibentuk pada tahun 1947, ISO hanyalah sebuah organisasi internasional yang bergerak selayaknya lembaga swadaya masyarakat atau yang lebih dikenal sebagai non-governmental organization. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, ISO kemudian bergerak menuju ke arah organisasi non-pemerintah yang berorientasi pada kegiatan bisnis internasional. Hal ini dibuktikan melalui perumusan dan penetapan standar ISO yang mengikuti dorongan pasar dimana hal tersebut diperoleh melalui hasil konsensus yang terjadi diantara konsumen, pemerintah, situasi bisnis, tren pasar. Transformasi tersebut juga dipengaruhi oleh bidang kerja ISO yang sangat lekat dengan bisnis dan perdagangan khususnya di level internasional dimana ISO bertugas untuk menetapkan standar kualitas, keamanan dan pertukaran dalam produk, standar lingkungan, bahasa teknis dan terminologi umum, klasifikasi bahan, serta pengujian dan analisis suatu produk tertentu. Tanpa adanya standar internasional yang ditetapkan oleh ISO, setiap negara akan mengalami kesulitan dalam melakukan perdagangan yang efisien dan menguntungkan, melakukan berbagi penelitian medis dan ilmiah, menetapkan perundang-undangan terkait dengan masalah lingkungan, dan menilai proporsionalitas di bidang industri manufaktur. Beberapa contoh standarisasi produk dan jasa yang kemudian tidak dapat dilepaskan dari standarisasi ISO ialah standarisasi mengenai peti kemas, perbankan, telepon kartu, protokol komputer, dan berbagai metode pengujian dimana hal tersebut terbukti telah berhasil mempermudah sekaligus mendorong dinamika perdagangan, perjalanan, dan kerjasama penelitian di berbagai belahan dunia.
Semoga artikel di atas bermanfaat bagi pembaca, apabila membutuhkan informasi lebih lanjut seperti pembimbingan ISO sampai sertifikasi, silahkan hubungi groedu@gmail.com atau kontak kami 081-252982900. Kami siap membantu.