Belajar Brand Positioning dari Coca-Cola
Coca-Cola telah berdiri kokoh selama lebih dari 130 tahun di panggung dunia. Namun, prestasi ini tidak semata-mata bergantung pada kenikmatan cita rasa Coca-Cola yang terjaga dalam lemari besi The World of Coca-Cola di Atlanta, Georgia, Amerika Serikat. Hal yang lebih penting adalah posisi merek Coca-Cola itu sendiri. Merek “Coca-Cola” menjadi aset utama bagi perusahaan, dan jelas bahwa faktor ini bukanlah sekadar soal rasa.
Selama berabad-abad dalam menjalankan eksistensinya sebagai minuman bersoda terkemuka di dunia, Coca-Cola mengusung strategi branding tunggal untuk menciptakan posisi yang khas. Formula merek tersebut dikenal sebagai “A Catalyst for Social Interaction”. Apakah makna di balik frasa tersebut, Marketers?
Coca-Cola dirancang sebagai minuman yang memungkinkan setiap konsumennya menikmatinya bersama teman-teman, bahkan membangun hubungan baru dan persahabatan dengan orang di sekitarnya. Inilah yang disebut sebagai interaksi sosial.
“Coca-Cola ingin menjadi bagian dari interaksi sosial ini dan menjadi penyebab atau pencetus interaksi sosial antarmanusia. Ini merupakan keunggulan dari sebuah produk yang berbentuk komoditas,” ucap Iwan Setiawan, CEO Marketeers, dalam program Analisis di kanal YouTube Marketeers TV.
Coca-Cola, yang merupakan produk komoditas, dikenal sebagai minuman beraroma cola dengan banyak pesaing yang juga menawarkan produk serupa. Oleh karena itu, Coca-Cola perlu memiliki posisi merek yang tepat untuk membedakannya dari pesaing.
Dalam mengkomunikasikan formula merek “A Catalyst for Social Interaction” ini, Coca-Cola membutuhkan strategi branding yang dikenal sebagai EXEM atau Experiential-Emotional Branding. Salah satu kegiatan branding yang dilakukan adalah kampanye emosional yang berfokus pada mempengaruhi sisi emosional konsumen.
“Selama beberapa dekade, Coca-Cola terus membangun merek mereka dengan mempengaruhi emosi konsumen,” ungkap Iwan.
Sebagai contoh, kampanye “Things Go Better with Coke” pada tahun 1963 mengusung pesan bahwa segala aktivitas yang dilakukan bersama teman-teman akan terasa lebih menyenangkan jika ada Coca-Cola. Kampanye lain dengan pesan emosional serupa adalah kampanye “I’d Like to buy The World A Coke” pada tahun 1971, “Open Happiness” pada tahun 2009, dan “Share A Coke” pada tahun 2014.
Kegiatan branding lainnya berkaitan dengan kampanye pengalaman. Sebagai contoh, Coca-Cola meluncurkan kampanye di Australia pada tahun 2011. Pada saat itu, 200 nama paling populer di Australia dicetak di botol Coca-Cola. Tulisan tersebut berbunyi “Share A Coke with (nama orang tersebut)”.
Kampanye ini menciptakan tren di mana orang-orang akan berbagi Coca-Cola kepada orang yang namanya tercantum di botol tersebut. Kampanye ini menjadi sangat populer dan mulai diadopsi di berbagai negara di seluruh dunia.
Tindakan yang dilakukan oleh Coca-Cola ini memberikan pengalaman baru bagi konsumen, sehingga setiap orang yang minum Coca-Cola akan mencerminkan bagaimana interaksi sosial dapat terjalin melalui sebuah minuman bersoda.
“Semua pendekatan kampanye pengalaman dan emosional ini bertujuan untuk memperkenalkan formula merek mereka, yaitu A Catalyst for Social Interaction. Formula ini merupakan pendekatan yang disebut The Brand Laddering,” jelas Iwan.
Iwan menjelaskan bahwa The Brand Laddering adalah pendekatan yang secara konsisten digunakan oleh Coca-Cola dengan mengubah manfaat fungsional produk menjadi manfaat emosional.
Coca-Cola mengubah manfaat fungsional seperti “minuman menyegarkan dan enak” menjadi “minuman perayaan” yang diminum ketika konsumen ingin merayakan sesuatu. Namun, Coca-Cola tidak berhenti di situ, mereka juga mengangkatnya menjadi “pemicu sosial” yang menjadi posisi merek Coca-Cola, sebuah merek minuman bersoda yang legendaris di dunia.
Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda. Kami membuka layanan konsultasi mengenai bisnis, silakan konsultasikan kebutuhan bisnis Anda kepada kami dengan cara menghubungi kami langsung dinomor whatsapp 0812-5298-2900. Kami siap membantu Anda.